CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Jumat, 26 November 2010

8. Prasangka, Diskriminasi dan Etnosentrisme

Perang Antarsuku karena Adu Domba

Laporan wartawan KOMPAS Ichwan Susanto

Rabu, 17 November 2010 | 13:52 WIB

JAYAPURA, KOMPAS.com — Konflik antarsuku di Kampung Yoka, Abepura, Kota Jayapura Papua, Rabu (17/11/2010) pagi tadi, dinilai merupakan hasil adu domba untuk memecah belah orang Papua. Peristiwa yang menyebabkan 30 rumah terbakar dan 3 warga terluka itu dipicu lagu atau nada dering yang menyudutkan kelompok masyarakat tertentu.

“Lagu ini pasti sengaja dibuat untuk memperkeruh suasana dan agar sesama orang Papua saling bunuh.

Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI), Markus Haluk, Rabu siang, mengatakan, nada dering atau lagu itu sengaja diciptakan untuk menimbulkan konflik. "Pembuatan lagu dan penyebarannya sangat cepat dan sistematis. Setahu saya, teman-teman mendengar lagu itu mulai minggu kemarin," ucapnya.

Ia menjelaskan, isi lagu itu menyebutkan orang gunung (identik dengan masyarakat Wamena) tidur di kandang babi serta bau. Mendengar isi lagu dengan irama reggae dan berdurasi 5 menit itu, Markus sempat marah. "Tetapi, saya berpikir jernih. Lagu ini pasti sengaja dibuat untuk memperkeruh suasana dan agar sesama orang Papua saling bunuh," tutur Markus yang juga pengurus di Dewan Adat Papua (DAP).

Karena itu, ia mengimbau kepada teman-teman dan saudara-saudaranya sesama orang Pegunungan Tengah tidak terpancing emosi dan menahan diri agar tidak terprovokasi. "Kami meminta polisi mengungkap dan menangkap dalang pembuatan lagu itu," ucapnya.

Sebagai jaminan, ia meminta polisi juga menahan Ondoafi (kepala suku) Yoka sampai pembuat lagu ditangkap. Seperti diberitakan, sekitar pukul 07.00 WIT, sekelompok warga Pegunungan Papua menyerang Kampung Yoka. Mereka membakar 30 rumah dan merusak belasan rumah lainnya.

Sumber: http://regional.kompas.com/read/2010/11/17/13524096/Perang.Antarsuku.karena.Adu.Domba

Pemecahan Permasalahan :

Inilah contoh dari masalah Etnosentrisme yang ada dinegeri kita dimana Prasangka, Diskriminasi bergejolak di Papua. Seperti yang diberitakan Kompas.ada 312 suku yang menghuni Papua. Suku-suku ini merupakan penjabaran dari suku-suku asli yaitu Dani, Mee, Paniai, Amungme, Kamoro, biak, Ansus, Waropen, Bauzi, Asmat, Sentani, Nafri, Meyakh, Amaru, dan Iha. Setiap suku memiliki bahasa daerah (bahasa ibu) yang berbeda. Sehingga saat ini tedapat 312 bahasa di sana.

Tempat-tempat pemukiman suku-suku di Papua terbagi secara tradisional dengan corak kehidupan sosial ekonomi dan budaya sendiri. Suku-suku yang mendiami pantai, gunung, dan hutan memiliki karakteristik kebudayaan dan kebiasaan berbeda.. Hal ini pula berimbas pada nilai, norma, ukuran, agama, dan cara hidup yang beranekaragam pula.

Keanekaragaman ini sering memicu konflik antarsuku. Misalnya yang terjadi pada tahun 2001, dimana terdapat perang adat antara suku Asmat dan Dani. Masing-masing-masing-masing suku merasa sukunyalah yang paling benar dan harus dihormati. Perang adat berlangsung bertahun-tahun. Karena sebelum adanya salah satu pihak yang kalah atau semkain kuat danmelebihi pihak yang lain, maka perang pun tidak akan pernah berakhir.

Fenomena yang sama juga banyak terjadi di kota-kota besar misalnya Yogyakarta. Sebagai kota multiultur, banyak sekali pendatang dari penjuru nusantara dengan latarbelakang kebudayaan yang berbeda Masig-masing-masing membawa kepentingan dan nilai dari daerah masing-masing. Kekhawatiran yang keudan muncul adalah adalnya sentiment primordial dan etnosentris. Misalnya mahasiswayang berasal dari Medan (suku Batak) akan selalu berkras pada pendirian dan sikap yang menyebut dirinya sebagai orang yang tegas, berpendirian, dan kasar (kasar dalam artian tegas). Sedangkan Melayu dikatakan pemalu, relijius, dan merasa lebih bisa diterima di mana pun berada. Sedangkan Jawa, akibat pengaruh orde baru, menganggap dirinya paling maju dari daerah lain. Sehingga ketika berhubungan dengan orang luar Jawa, maka stigma yang terbentuk adalah stigma negatif seperti malas, kasar, dan pemberontak. (Pramudya Sigit Prasetyo)


0 komentar: